"Sang Gulali" : Panganan Legendaris

 Hey, kalian yang lahir tahun 90 an, Masih ingat kah dengan sang legend yang masih eksis hingga saat ini? Apa coba?

Yapppss, kalau aku masih tetap menjadi idola sapai detik ini. Apa coba kalau bukan, "Sang Gulali". Biasanya dapat di temui di pasar malam, pasar tradisional, atau ada yang keliling dengan menggunakan sepeda.

Gulali sendiri merupakan sejenis penganan yang dibuat dari pintalan gula yang dibakar terlebih dahulu. Se pengetahuan saya sebagai penyuka gulali, terdapat empat jenis diantaranya : Gulali Jadul, Gulali Tarik, Rambut Nenek (Arum Manis), Gulali Kapas (cotton candy).

Nah, gulali yang pertama kali saya kenal waktu SD adalah gulali jadul. Gulali ini terbuat dari gula aren dan gula biasa yang kemudian, dimasak hingga agak mengeras. Setelah itu di taruh di tusuk sate atau sejenisnya dan ditaburi kacang. Lalu, macam gulali berikutnya yang masih sejenis terbuat dari gula putih yang sudah diwarna warni kemudian, di tusukkan pada tusuk permen dan ditaburi meses.


Gulali Tarik, gulali yang paling merogoh kocek. Hal ini dikarenakan, gulali ini bentuk nya macam-macam mulai dari berbagai macam bunga, burung, kupu-kupu, dan lain-lain. Adapun cara pembuatannya yakni di bentuk dengan tangan. Sehingga, gulali ini sangat membutuhkan keterampilan penjual dalam membentuk ke dalam berbagai macam bentuk. Pertama kali saya bertemu gulali ini, di sepanjang jalan malioboro. Terutama didepan pintu masuk pasar bringharjo. Dari sinilah kecintaanku pada gulali tarik tumbuh. Warna dan bentuknya yang unik, membuat saya selalu menyempatkan maen ke sekitar malioboro untuk menghilangkan kepenatan di pusat kota dengan menikmati satu buah gulali.




Next the Favorit, Rambut Nenek. Oh iya, pembaca bukan rambut nenek kalian lo ya yang dimakan?. Jadi Rambut nenek ini juga masuk kedalam salah satu gulali yang bentuk nya seperti rambut nenek. Biasanya disebut dengan Arum Manis. Rasanya yang legit membuat ketagihan pembelinya. Apalagi disajikan dengan kerupuk gambir. Joss Gandosss ...
Kalau di daerah saya, penjualnya keliling dengan menggunakan sepedah unta/lawas dan disepedahnya terdapat corong sebagai alat untuk membunyikan musik khas dari Arum Manis tersebut dengan disajikan beralaskan koran. Namun, saat ini sudah jarang yang jualan keliling. Kalau ingin mencari Arum Manis harus ke pasar tradisional yang sudah kemasan.



Terakhir Gulali Kapas yang sangat identik dengan kemasan plastik yang bergambar upin-ipin, doraemon, dora dan lain-lain. Nah, dulu saya sering menemukan orang jualan gulali kapas, pada saat acara pasar malam. Namun, karena ini musim pandemi jarang yang jualan gulali ini. Kalaupun ada, hanya ada di tempat tertentu. Sensasi dalam makan gulali kapan ini sangat lucu. Hal ini dikarenakan, kalau sudah dibuka bungkusnya, maka gulali akan menyusut menjadi kecil. Begitu pula saat dimakan, sebesar apapun kita ambilnya pasti kalau sudah dimulut langsung terasa legit nya. Gulali kapas menjadi alternatif untuk pengubah mood disaat saat tertentu.

Walaupun saat ini sudah berada di era modern, serba teknologi. Namun, jajanan tradisional semacam gulali ini patut tetap dilestarikan. Agar, tetap terjaga keberadaanya, dan setidaknya dapat mengurangi kerinduan kita-kita generasi milleneal pada masa kecil dulu.
(laila/ela/tulungagung)

Komentar