Refleksi

 

“Refleksi Dari Keterlibatan Wanita Dalam Isu Radikalisme”

Oleh : Lailatul Chodriyah


Beberapa waktu yang lalu bumi pertiwi dikagetkan dengan aksi bom bunuh diri diPolda dan beberapa tempat dengan bersamaan. Dalam aksi ini menggegerkan rakyat Indonesia, serta menengok beberapa tahun ke belakang hal ini juga terjadi dalam satu waktu bersamaan juga, teror bom menjelajahi tiga gereja dengan melakukan aksi bom bunuh diri pada tiga titik tersebut. Kemudian yang menjadi sebuah pertanyaan besar adalah mengapa dalam aksi ini menjadikan seorang perempuan sebagai pelaku ?. Menurut analisa saya belakangan ini para pelaku menggunakan pendekatan feminim serta menggunakan perempuan sebagai objek. Meskipun pada faktanya yang dijadikan sebuah objek khususnya perempuan juga menjadi korban. Kondisi latar belakang kehidupan mereka, dijadikan sasaran empuk bagi para tersangka. Kemudian, karena ketidak tahuan serta pengetahuan yang rendah juga menjadi salah pilihan para tersasngka untuk mendekati perempuan. Dimana ketika kita flashback perempuan hanya diidetikkan dengan sebagai ibu rumah tangga yang mempunyai pengetahuan rendah terhadap kondisi Negara ini dan lain-lain.  Sehingga pihak-pihak tertentu memanfaatkan ketidaktahuan tersebut, guna untuk menjalankan sebuah rencana sistematik yang sudah dipersiapkan.

Adapun faktor yang mempengaruhi mengapa perempuan terlibat dalam aksi terorisme diantaranya : faktor pergaulan dan pertemanan, perasaan teralienasi serta terpinggirkan, perasaan frustasi dan dendam. Kemudian faktor ideology radikal menjadi sebuah kata kunci ketika mereka sudah berada dalam kelompok teroris. Dalam beberapa penelitian terungkap bahwa para perempuan yang direkrut dalam jaringan tersebut didoktrin setiap saat dengan pandangan keislaman yang radikal. Para perempuan dijejali dengan narasi-narasi islam tertindas, tentang romantisme kejayaan islam pada masa khalifah. Tentang wajibnya mendirikan Negara khilafah yang akan membebaskan mereka dari ketidakadilan serta kemiskinan. Mereka juga didoktrin dengan kisah-kisah serta figur perempuan pemberani dalam sejarah islam. 

Didalamnya perempuan diwajibkan  menegakkan syariat Islam dan pentingnya menghapus demokrasi dan negara Pancasila yang mereka juluki sebagai thagut (musuh Islam).Mengapa perempuan? Seperti dibahas dalam isu feminisme, perempuan merupakan kelompok yang paling diandalkan dalam soal kesetiaan dan kepatuhan. Kelompok yang paling mudah percaya pada semua hal terkait agama. Perempuan sangat bersahabat dengan agama meski agama seringkali tidak ramah terhadap mereka. Dan yang paling meyakinkan adalah perempuan mampu menjadi benteng pertama yang melindungi keluarga jika terjadi hal-hal tak diinginkan.

Pada umumnya menurut sebuah penelitian aksi-aksi pengeboman yang terjadi di Indinonesia. Semuanya disinyalir bahwa suami dari perempuan tersebut merupakan anggota atau jamaah dari anggota Jamaah Islamiyah, Jamaah Ansharut Tauhid, Negara Islam Indonesia, ISIS, Salafi Jihadis dan organisasi Islam radikal lain. Motivasi utama perempuan terlibat dalam gerakan ini adalah bersifat teologis. Mereka mulanya terpapar pemahaman keislaman yang radikal, misalnya memercayai wajib hukumnya membunuh orang-orang kafir, (non-Muslim). Mereka meyakini wajib menegakkan negara Islam dengan melakukan jihad menumpas ketidakadilan. Perempuan harus ikut berjihad membela Islam dan Muslim yang tertindas.

Perempuan bisa menjadi agent of disengagement. Kalau mereka bisa direkrut menjadi teroris seharusnya lebih mudah mengajak mereka menjadi agen perdamaian. Diperlukan strategi yang komprehensif dan pendekatan yang lembut dan manusiawi, namun mengena kepada mereka yang terlibat gerakan terorisme. Pendekatan yang semata bertumpu pada kekuatan militeristik dengan prinsip keamanaan harus ditinjau ulang. Hal paling penting adalah keinginan politik yang kuat dari pemerintah untuk mengikis akar-akar penyebab terorisme, seperti kesenjangan dan ketidakadilan sosial yang sudah sedemikian akut di masyarakat. Selain itu, sangat penting bagi semua elemen dalam Islam mengusung ajaran Islam yang mengedepankan nilai-nilai humanis, keadilan, kesetaraan, toleransi dan perdamaian. Esensi Islam adalah memanusiakan manusia dan membangun masyarakat yang berkeadilan dan berkeadaban. Islam seharusnya menjadi rahmat bagi semua makhluk di alam semesta. (Laila/Yogyakarta)

 

Komentar